Membaca : Pembelajaran Sepanjang Hayat

Peran Perpustakaan Sekolah Dalam Perluasan Kosakata Siswa

(Menuju Pembelajaran Mandiri Sepanjang Hayat)

Abstrak

Perpustakaan merupakan salah satu sumber belajar dan bagian dari lembaga pendidikan dalam tripusat pendidikan. Perpustakaan dapat dipakai sebagai pilihan dan fasilitas terhadap anggotanya dalam pencarian informasi. Diantara bermacam jenis perpustakaan, perpustakaan sekolah merupakan perpustakaan khusus bagi peserta didik sebagai sarana pendukung pendidikan. Di perpustakaan sekolah, peserta didik diperkenalkan dengan dasar-dasar membaca dan berbagai bacaan sebagai bekal belajar mandiri kelak. Tidak sedikit manfaat yang diperoleh dari perpustakaan sekolah, diantaranya adalah pengayaan kosakata. Kosakata merupakan dasar ketrampilan berbahasa dan pembentukan cara fikir siswa. Dengan kosakata yang luas akan membuka cakrawala pengetahuan serta mengenalkan nalar kritis yang merupakan dasar ke arah pembelajaran sepanjang hayat.

Kata kunci : perpustakaan sekolah, membaca, perluasan kosakata siswa

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, membaca adalah satu tahap setelah mampu mengeja. Dengan semakin banyak berlatih membaca berbagai literatur, kemampuan membaca akan terasah, dalam arti semakin cepat teknik membaca dan luas kosakata yang didapat. Sejalan dengan itu, wawasan akan lebih luas, cakrawala berpikir dan daya nalar akan terasah. Tidak berlebihan jika dikatakan membaca adalah pintu pengetahuan.

Perpustakaan sekolah tidak bisa dipisahkan dari pemupukan kemampuan membaca siswa. Pada saat yang awal sekali, perpustakaan sekolah telah memfasilitasi dan memperkenalkan dunia baca kepada siswa. Tulisan ini merupakan pengantar untuk masuk ke dunia perpustakaan sekolah, membaca, dan kosakata siswa kaitannya dengan pendidikan sepanjang hayat.

B.PEMBAHASAN

1. Perpustakaan dan Pendidikan

Menurut Ki Hadjar Dewantara, lembaga pendidikan itu ada tiga, yang terkenal dengan sebutan tripusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat (Septiyantono, 2014, 2.14).

Pendapat serupa dikemukakan oleh Syukur (2015 : 140). Menurutnya pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah

Dalam tripusat pendidikan diatas, sekolah dalam hal ini dapat diwakili oleh guru dan perpustakaan. Perpustakaan sekolah, baik itu yang dikelola oleh pustakawan maupun guru pustakawan berperan dalam mendukung guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Guru dapat mengambil bahan pembelajaran dari perpustakaan sekolah, sedangkan bagi siswa perpustakaan menyediakan bahan bacaan yang menarik minat baca siswa, selain itu bahan pustaka yang ada di perpustakaan dapat membantu mengerjakan tugas dari guru.

Martoatmojo (2009:1.2) menjelaskan bahwa guru bersama pustakawan (pustakawan sekolah) harus berusaha agar murid-murid juga membiasakan diri membaca di perpustakaan. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat mencari informasi secara mandiri di perpustakaan. Kerjasama antara pustakawan dan orang tua murid juga harus dibina dan dikembangkan dalam rangka pembinaan perpustakaan

2. Perpustakaan Sekolah

Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan sekolah didefinisikan sebagai perpustakaan yang berada pada lembaga pendidikan sekolah, yang merupakan bagian integral dari sekolah yang bersangkutan, dan merupakan sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan (Perpusnas RI, 2000 : 3)

Sebagaimana yang telah disinggung diawal, perpustakaan memiliki peran dalam pembinaan minat baca siswa. Peran perpustakaan sekolah dalam pembinaan minat baca menurut Mulyadi Achmad N (dalam Sinaga, 2011: 95) adalah :

1. Menimbulkan kecintaan terhadap membaca, memupuk kesadaran membaca, dan menanamkan reading habbit (kebiasaan membaca)

2. Membimbing dan mengarahkan teknik memahami bacaan

3. Memperluas horizon pengetahuan dan memperdalam pengetahuan yang sudah diperoleh

4. Membantu perkembangan kecakapan bahasa dan daya pikir dengan menyajikan buku-buku yang bermutu

5. Memberikan dasar-dasar ke arah studi mandiri

6. Pembinaan minat baca hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki proses pembelajaran di sekolah yang menaunginya

Sejalan dengan pendapat tersebut, Ibrahim Bafadal (2001:5-6) menjelaskan tentang manfaat perpustakaan sekolah, yaitu:

1. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan siswa terhadap membaca

2. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar siswa

3. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri yang akhirnya siswa mampu belajar mandiri

4. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat proses penguasaan teknik membaca

5. Perpustakaan dapat perkembangan kecakapan berbahasa

6. Perpustakaan sekolah dapat melatih siswa ke arah tanggung jawab.

7. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah

8. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru menemukan sumber belajar

9. Perpustakaan sekolah dapat membantu siswa, guru dan anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari kedua pemaparan tentang peran dan manfaat perpustakaan diatas perpustakaan memiliki kelebihan dalam hal pengayaan kemampuan membaca siswa yang pada gilirannya membantu kecakapan berbahasa, memperluas horizon pengetahuan dan pengembangan ilmu bagi siswa didik.

3. Konsep membaca bagi siswa

Pertama sekali perlu diberi batasan tentang definisi membaca. Stauffer (Septiyantono, 2014, 2.23) menyatakan bahwa membaca adalah sebuah perpindahan pikiran dalam kaitannya dengan menyalurkan ide dan gagasan yang ada dalam pikirannya. Menurut Stauffer membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti dan memahami problem orang lain, serta mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

Memang awal membaca adalah mengeja, namun juga diperlukan pemahaman tentang apa yang dibaca itu. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) kemampuan menangkap arti kata dan ungkapan yang digunakan penulis, (2) kemampuan menangkap makna tersurat dan makna tersirat, dan (3) kemampuan membuat kesimpulan (Somadayo, 2011: 11).

Siswa sekolah atau anak didik tidak memiliki kemampuan yang sama dalam membaca, hal ini berkaitan juga dengan usia anak didik. Perkembangan literer anak menurut ahli psikologi, Charlotte Buhler, sebagaimana dikutip oleh Septiyantono (2014: 2.14), dibedakan menjadi beberapa fase :

1. Usia 2-3 tahun adalah fase usia fantasi, bacaan yang cocok pada fase ini adalah bacaan tentang cerita-cerita khayal

2. Usia 4-8 tahun adalah fase usia dongeng, bacaan yang cocok pada fase ini adalah cerita legenda, dongeng binatang, cerita rakyat, dan sebagainya

3. Usia 9-11 tahun adalah fase usia petualangan, bacaan yang cocok pada usia ini adalah cerita petualangan

4. Usia 12-14 tahun adalah fase usia kepahlawanan, bacaan yang cocok adalah kisah kepahlawanan

5. Usia 15-20 tahun adalah fase usia romantis dan liris, bacaan yang cocok pada untuk anak usia ini adalah cerita novel yang romantik.

Fase literer anak menurut Buhler seperti yang dikutip diatas membagi anak dalam kurun usia 2-20 tahun. Kalau diasumsikan anak masuk SD pada usia 7 tahun, maka fase literer Buhler tadi berada dalam PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA.

Berkaitan dengan yang kemampuan membaca anak sekolah, khususnya anak didik pada Sekolah Dasar, Syafi’ie (dalam Rahim, 2007: 2) menjelaskan komponen dasar dari proses membaca, yaitu reading decoding, dan meaning. Proses reading dan decoding terjadi pada tahap membaca permulaan (kelas I, II, III Sekolah Dasar) yang menekankan pada proses perceptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar.

Jika proses pengenalan membaca pada tahap awal ini berhasil, maka akan menarik siswa secara pribadi untuk senang membaca. Artinya minat baca mulai tumbuh dalam dirinya.

Minat baca merupakan aktivitas yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan perasaan senang, suka, dan gembira dalam rangka membangun pola komunikasi dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan makna tulisan, memperoleh informasi sebagai proses transmisi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan pembelajaran sepanjang hayat, serta dilakukan dengan penuh kesadaran (Septiyantono, 2014, 2.7).

Minat baca yang semakin bertambah akan mengerucut pada tujuan apa yang ingin dicapai dari membaca. Tujuan membaca itu sendiri bertalian erat dengan cara atau teknik membaca. Tjipto Utomo sebagaimana yang dikutip oleh Martoatmojo, menerangkan bahwa teknik membaca ada lima jenis, yaitu

1. Membaca mencari arah

2. Membaca secara global

3. Membaca untuk mencari sesuatu hal penting

4. Membaca untuk belajar

5. Membaca dengan sikap kritis (Martoatmojo, 2009, 6.21)

Tentu saja teknik membaca ini muncul dari kesadaran siswa akan pentingnya membaca. Munculnya kesadaran ini salah satunya dipupuk dengan ketersediaan bahan bacaan oleh perpustakaan sekolah, selain itu juga dorongan dari guru sekolah, keluarga, dan lingkungannya. Semua tripusat pendidikan perlu bersinergi bersama dalam membangun kesadaran membaca.

4. Bahasa dan dunia Kosakata

Membaca dan kebiasaan membaca paling kurang akan mengenalkan siswa pada berbagai kosakata. Tarigan (2011: 14) mengatakan bahwa kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung kepada kepada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya. Perkembangan kosakata mengandung pengertian lebih dari penambahan kata-kata baru ke dalam perbendaharaan pengalaman siswa. Perkembangan kosakata berarti menempatkan konsep-konsep baru dalam tatanan yang lebih baik atau ke dalam urutan-urutan atau susunan-susunan tambahan.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kosakata, perlu dikemukakan definisi kosakata atau leksikon menurut Kridalaksana (melalui Soedjito dan Sarjono, 2011: 5), yakni :

1. Komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna pemakaian kata dalam bahasa

2. Kekayaan kata yang dimiliki pembicara, penulis, atau suatu bahasa

3. Daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan penjelasan singkat dan praktis.

Dari definisi diatas kosakata merupakan dasar konsep dalam berbahasa, kosakata dipakai dalam menyusun suatu kalimat. Dengan kebiasaan membaca kosakata akan meluas, namun selain kurang membaca, ada hambatan lain dalam penguasaan kosakata siswa.

Munirah (2016 : 80) menjelaskan beberapa faktor penyebab kurangnya penguasaan kosakata dan struktur kalimat siswa, diantaranya :

1. Latar belakang pemerolehan bahasan pertamanya

2. Penggunaan bahasa (penggunaan kosakata dan struktur kalimat) dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berkomunikasi di lingkungan sekitarnya.

3. Sistem pembelajaran yang bersifat konvensional yang menyebabkan lambannya siswa dalam memperoleh kosakata.

Jika hambatan penguasaan kosakata menurut Munirah itu mampu diatasi secara kreatif oleh guru dan siswa maka peluang ke arah pembelajaran bahasa yang kaya dan berkualitas akan tercapai.

Selanjutnya, Dale (melalui Tarigan 2011: 2-3) mengungkapkan peran kosakata dalam pembelajaran bahasa, di antaranya: (1) kualitas dan kuantitas serta kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi terbaik bagi perkembangan mentalnya, (2) pengembangan kosakata merupakan pengembangan konsep tunggal yang merupakan pendidikan dasar bagi setiap sekolah dan perguruan, (3) semua jenjang pendidikan pada pada prinsipnya adalah pengembangan kosakata yang juga merupakan pengembangan konseptual, (4) pengembangan kosakata dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kemampuan bawaan, dan status sosial, (5) faktor-faktor geografis mempengaruhi perkembangan kosakata, serta (6) telaah kata yang efektif harus beranjak dari kata-kata yang telah diketahui menuju kata-kata yang belum diketahui. Pendapat ini menunjukkan bahwa kosakata sangat mempengaruhi kualitas dari kemampuan berbahasa seseorang

5. Perpustakaan ke arah Pendidikan Sepanjang Hayat

Dengan bekal kemampuan membaca, seorang pembelajar akan membuka pintu transformasi ilmu yang diperlukannya dalam kehidupan. Membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan belajar sepanjang hayat (Bowman dalam Nurhayati, 2011:111)

Sejalan dengan pendapat diatas, Sukardjo dan Ukim (2013 :1) mengemukakan bahwa manusia adalah mahluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Dalam arti inilah Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai badan internasional yang bergumul dengan berbagai masalah pendidikan dan kebudayaan mencanangkan konsep “pendidikan sepanjang hayat” (life long education) yang berlangsung sejak di buaian hingga ke liang lahat (from the cradle to the grave).

Konsep yang dicanangkan oleh UNESCO ini perlu dipertegas dalam batas-batas dari konsep pembelajaran sepanjang hayat. Sudjana (2001) mengemukakan prinsip-prinsip belajar sepanjang hayat, yang meliputi :

1. Pendidikan hanya akan berakhir apabila manusia telah meninggal dunia

2. Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara terorganisasi dan sistematis

3. Kegiatan belajar bertujuan untuk memperoleh , memperbarui, dan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang telah dimiliki

4. Pendidikan memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan belajar dan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap manusia yang melakukan kegiatan belajar

5. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia untuk meningkatkan kemampuannya agar manusia selalu melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Knowledge (Suprijanto, 2008:4) yang mengembangkan anggapan dasar dalam pendidikan seumur hidup, antara lain :

1. Belajar dalam dunia yang pesat berubah harus merupakan proses seumur hidup

2. Belajar merupakan proses pencarian aktif dengan prakarsa utama dari diri warga belajar

3. Maksud pendidikan adalah membantu pengembangan kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pemaparan tentang anggapan dasar dan prinsip belajar sepanjang hayat diatas keberadaan perpustakaan sangat relevan, mengingat perpustakaan dapat mencakup, melayani, dan meliputi berbagai konsep tentang pendidikan sepanjang hayat. Buku yang ada didalam perpustakaan dapat dimanfaatkan sebagai sarana belajar mandiri yang tidak dibatasi usia. Disaat masyarakat membutuhkan informasi tertentu yang ia butuhkan, atau membutuhkan jawaban dari persoalan yang dihadapi dalam kehidupan, perpustakaan menyediakan solusinya lewat koleksi buku (dan koleksi non buku) untuk dibaca dan dipelajari.

C.PENUTUP

1. Kesimpulan

Sebagai langkah awal menuju pembelajaran sepanjang hayat, membaca merupakan ketrampilan dasar yang perlu ditanamkan sejak dini di sekolah. Pengembangan lebih lanjut tentang membaca merupakan tugas individu itu sendiri sebagai mahluk pembelajar, yang dalam menghadapi tantangan masa depan selalu membutuhkan input pengetahuan melalui kegemarannya membaca.

Perpustakaan merupakan pilihan fasilitas yang bisa dipakai seorang pembelajar dalam mendampingi kegiatan intelektualnya. Dimulai dari perpustakaan sekolah, yang memperkenalkannya kepada dunia baca, membangkitkan minatnya pada khazanah ilmu, yang proses pembelajarannya terus berlanjut hingga puput usia (long life education).

2. Saran

Pembahasan mengenai pentingnya dunia baca dan fungsi perpustakaan sekolah ini merupakan pengenalan awal dan perlu diperdalam lagi dalam penelitian selanjutnya. Kajian ini merupakan tataran konsep dan teori tentang perpustakaan sekolah dan dunia membaca, sehingga jika ingin mengkaji penerapannya pada kasus yang spesifik perlu penelitian lebih lanjut secara praktis dan aplikatif.

Daftar Pustaka

Bafadal, Ibrahim. 2001. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Farida, Rahim. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara

Martoatmojo, Karmidi. 2009. Pelayanan Bahan Pustaka. Jakarta : Universitas Terbuka

Munirah. 2016. Pengaruh Kemampuan Kosakata dan Struktur Kalimat terhadap Kemampuan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan Indonesia. Volume 16, Nomor 1, April 2016 Hal. 78-87

Nurhadi. 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca : Suatu Teknik Memahami Literatur yang Efisien. Bandung : Sinar Baru Algesindo

Nurhayati, Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Perpusnas RI. 2000. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

Septiyantono, Tri. 2014. Literasi Informasi. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka

Sinaga, Dian. 2011. Mengelola Perpustakaan Sekolah. Bandung : Bejana

Soedjito & Djoko Saryono. 2011. Kosakata Bahasa Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing

Somadayo, Samsu. 2011. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudjana. 2001. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Falah Production

Sukardjo, M & Ukim Komarudin. 2015. Landasan Pendidikan, Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Press

Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa, Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara

Syukur, Fatah. 2015. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa

 

–  oOo  –

 

Leave a comment

Your comment